LATAR BELAKANG
Tiktok, atau yang
dikenal dengan Douyin adalah aplikasi sosial video pendek yang berasal dari
Tiongkok. TikTok didirikan pada bulan September
2016 oleh pendirinya Zhang Yiming, yang kemudian menjadi fenomena yang populer
di seluruh dunia karena kemudahannya dalam membuat video sendiri. Pengguna
dapat membuat maupun membagikan video buatan mereka dengan durasi 15 detik
hingga tiga menit yang dapat ditambahkan suara latar ataupun lagu yang terdapat
di dalam aplikasi. Selain lagu yang berlisensi yang disediakan oleh TikTok,
pengguna dapat mengunggah sound atau
lagu karya mereka.
Namun, hal ini
dapat dijadikan sarana yang sangat efektif dalam kegiatan yang dikategorikan
sebagai perbuataan melawan hukum. Pengguna yang melanggar ketentuan TikTok
adalah pengguna yang tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta lagu
untuk digunakan di TikToknya dan lagu yang digunakan kerap kali
dimodifikasi seperti di potong, ditambahkan efek tanpa seijin pencipta lagu,
bahkan dikomersilkan. Penggunaan lagu tanpa ijin ini adalah pelanggaran akan hak cipta milik pencipta dari lagu
tersebut. Pada hak cipta lagu, terdapat hak ekonomi dan hak moral yang
diberikan kepada pencipta. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi atas kekayaan intelektual. Istilah hak ekonomi muncul karena hak kekayaan intelektual adalah
benda yang dapat dinilai dengan uang.
Hak ekonomi itu
perlu diperhitungkan karena hak kekayaan intelektual dapat dimanfaatkan oleh
pencipta lagu untuk meraih keuntungan.
Sedangkan hak moral ada karena didasari pada prinsip bahwa setiap individu
memiliki kewajiban dalam menghargai karya ciptaan orang lain, dan tidak bisa
dengan seenaknya mengambil ataupun merubah karya ciptaan seseorang dengan
meletakan namanya.
Aplikasi Tiktok sendiri telah
mengeluarkan Term of Services atau yang biasa dikenal dengan istilah persyaratan penggunaan dimana memiliki keterkaitan langsung terhadap konten
pengunggahan aplikasi di bagian User Generated Content
dengan bunyi: “When you contribute User Material through
the Services, you agree and represent that you own that User Content, or that you
have permission from or are allowed by the owner of any part of the content to
submit it to the Services.
KAJIAN TEORITIS
Secara kebahasaan, kata perlindungan
dalam bahasa Inggris disebut dengan protection
yang jika dibahasakan dalam bahasa Indonesia adalah proteksi, yang artinya
adalah proses atau perbuatan memperlindungi. Sedangkan
arti dari hukum menurut E. Utrecht adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur
tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan, oleh karenanya pelanggaran terhadap petunjuk
hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah/ masyarakat itu.
Pencipta Lagu adalah Pencipta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesian (KBBI)
adalah yang menciptakan atau mengadakan, menjadikan, membuat. Sedangkan lagu
adalah ragam suara yang berirama dalam bercakap, bernyanyi membaca. Jadi, pencipta
lagu adalah orang yang menciptakan ragam suara dalam bernyanyi. Berdasarkan
pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Perlindungan terhadap Pencipta
Lagu adalah perlindungan terhadap subyek hukum dalam hal ini orang yang yang
menciptakan ragam suara dalam nyanyian melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Fitzgerald, teori
perlindungan hukum menyatakan bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu
lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat
dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.
Menurut David Bainbridge, justifikasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
dapat digambarkan dengan ungkapan sederhana. Intinya ,setiap orang harus diakui
dan berhak memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak itu diambil darinya, ia
tak lebih dari seorang budak. Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta dimaksudkan
untuk mendorong individu-individu di dalam masyarakat yang memiliki kemampuan
intelektual dan kreativitas agar lebih bersemangat menciptakan sebanyak mungkin
karya cipta yang berguna bagi kemajuan bangsa. Secara umum pelanggaran
Hak Cipta dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian pokok, yakni pelanggaran
Hak Cipta dari aspek keperdataan dan pelanggaran Hak Cipta dari aspek pidana.
Pelanggaran Hak Cipta dari aspek pidana mengandung arti adanya suatu pelanggaran
hukum yang dapat berdampak pada kepentingan negara, sementara pelanggaran Hak
Cipta dari aspek keperdataan mengandung arti adanya suatu pelanggaran hukum
Pasal 12 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. yang
mengakibatkan kerugian kepada pemegang Hak Cipta.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi
dua menurut Hadjon, yaitu perlindungan Hukum Preventif yaitu perlindungan yang
diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. dan perlindungan hukum represif yang merupakan perlindungan akhir
berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan
apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
HKI
atau Hak Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai hak untuk memperoleh
perlindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang HKI.
H. OK. Saidin dalam bukunya memberikan
perbandingan terhadap pengertian hak cipta. Yang pertama, berdasarkan Pasal 1
dalam Auteurswet 1912 diatur, “hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau
hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas hasil ciptaanya dalam lapangan
kesusasteraan, pengetauan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak
dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang. Pengertian
lain berasal dari Pasal 1 Ayat 1 UU Nomor 28 tahun 2014 menyatakan bahwa hak
Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lagu sebagai salah satu karya seni, tergolong dalam HAKI (Hak Kekayaan
Intelektual) yang perlu dilindungi. Hal ini diatur dalam pasal 40 huruf D Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak
Cipta, yaitu perlindungan hak cipta terhadap atas penciptaan lagu atau musik,
dengan atau tanpa teks.
Hutauruk dalam Lendeng berpendapat bahwa
ada dua unsur penting yang harus terkandung atau termuat dalam rumusan atau
terminologi hak cipta yaitu:
a. Hak
moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apa pun tidak dapat
ditinggalkan daripadanya
b. Hak
yang dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak yang lain (hak ekonomi).
Sifat
pribadi yang terkandung di dalam hak cipta melahirkan konsepsi hak moral bagi
si pencipta atau ahli warisnya. Hak moral tersebut dianggap sebagai hak pribadi
yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mencegah terjadinya penyimpangan atas
karya ciptanya dan untuk mendapatkan penghormatan atau penghargaan atas
karyanya tersebut. Hak moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang
terus berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun si
penciptanya telah kehilangan atau telah memindahkan hak ciptanya kepada orang
lain, sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama pencipta, maka pencipta
atau ahli warisnya berhak menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama
pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.
Seorang Pencipta Lagu, adalah pencipta. Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Pencipta memiliki dua hak eksklusif sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 UUHC yaitu
hak moral dan hak ekonomi. Hak moral diatur dalam Pasal 5 UUHC sebagai berikut:
a.
Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat
secara abadi pada diri Pencipta untuk:
1.
Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan
sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
2.
Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
3.
Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
4.
Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
5.
Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi
Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri
atau reputasinya.
b. Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak
tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.
c. Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak
moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau
menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan
hak tersebut dinyatakan secara tertulis.
Sementara itu, perihal hak ekonomi
diatur dalam Pasal 8 UUHC sebagai
berikut: Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. Kemudian, Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud di atas memiliki hak ekonomi untuk
melakukan:
a.
Penerbitan Ciptaan;
b.
Penggandaan Ciptaan
dalam segala bentuknya;
c.
Penerjemahan Ciptaan;
d.
Pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e.
Pendistribusian
Ciptaan atau salinannya;
f.
Pertunjukan Ciptaan;
g.
Pengumuman Ciptaan;
h.
Komunikasi Ciptaan;
dan
i.
Penyewaan Ciptaan
Pelanggaran hak cipta dikategorikan menjadi 3 (tiga) hal yaitu :
1. Pelanggaran
Langsung , yaitu perbuatan atau
tindakan meniru karya
asli baik seluruhnya atau
sebagian kecil karya asli yang ditiru.
2. Pelanggaran
Tidak Langsung, yaitu pelanggar yang tahu bahwa sesuatu terkait adalah hasil
pengandaan yang merupakan
pelanggaran.
3. Pelanggaran
atas Dasar Kewenangan, membebankan
tanggung gugat pada
pihak-pihak yang dianggap mempunyai kewenangan atas
pelanggaran Hak Cipta itu terjadi.
Sanksi
Pelanggaran Hak Cipta
dapat dilihat di Pasal 113
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
METODE PENELITIAN
Tipe penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yakni mendeskripsikan
data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, dokumen dan catatan
lapangan. Adapun Obyek di penelitian ini adalah semua infromasi
yang berkaitan dengan Perlindungan Pencipta Lagu yang
karyanya dipakai di Aplikasi Tiktok. Sumber Data primer diperoleh dari
wawancara pihak-pihak yang bersangkutan. Data sekunder
diperoleh melalui studi kepustakaan. Bahan
hukum primer yang digunakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014.
Bahan
Hukum Sekunder
dalam
penelitian ini adalah buku-buku, tesis, disertasi, jurnal, dokumen-dokumen yang
memuat mengenai perlindungan hukum terhadap pencipta lagu. Teknik Pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah Studi Kepustakaan dan wawancara. Penyajian data dilakukan dengan meneliti kembali data atau
editing data. Metode Analisis Data yaitu secara kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketentuan layanan
TikTok menjelaskan bahwa semua konten dan seluruh hak atas kekayaan intelektual
dimiliki dan diberi lisensi oleh TikTok. Konten itu tidak boleh dijual atau
dieksploitasikan dengan tujuan apapun kalau tidak memperoleh persetujuan dari
pihak TikTok ataupun pemegang lisensi. Maka, konten yang termasuk dibeli oleh TikTok
ini disebut Konten TikTok. Selain Konten TikTok, terdapat juga Konten
Pengguna, yakni seluruh pengguna dengan layanan dimana memperoleh ijin untuk
menyediakan kontennya sendiri melalui
layanan. Pengguna diijinkan untuk mengambil secara keseluruhan ataupun
setengahnya dari bagian pengguna lain, karena ketika mengirimkan konten,
pengguna akan dianggap telah setuju terhadap seluruh ijin yang dibutuhkan
ataupun diberikan kewewenang dari pemilik setiap bagian konten.
1) Menggunakan
lagu tanpa izin untuk keperluan iklan/komersil
2) Tidak
mencantumkan nama pencipta dalam video, meliputi;
3) Pengaransemenan
lagu tanpa izin
Hak
Cipta secara fundamental diatur dalam Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar
1945, yakni :
“Setiap
orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.
Berdasarkan
ketentuan ini Hak Cipta atau suatu hasil Ciptaan tidak dapat disebarluaskan
tanpa sepengetahuan pemilik haknya. Pelanggaran hak cipta lagu akan mengalami
penututan berdasrakan hukum pidata ataupun perdata, jika seorang ataupun suatu
pihak mempergunakan karya cipta musik atau lagu dengan tidak memperoleh
perijinan dari pemegang hak cipta, apalagi digunakan secara komersial.
Berdasarkan
UU Hak Cipta, pihak-pihak yang sudah menggunakan ciptaan berupa lagu milik
orang lain yang mana telah berhak cipta untuk tujuan mencari keuntungan, maka
berkewajiban untuk melakukan perizinan terlebih dulu kepada pencipta lagu dan
juga membayarkan royalti terhadap lagu yang digunakannya. Royalti didefinisikan
sebagai imbalan akan manfaat hak ekonomi terhadap ciptaan ataupun produk dimana
sudah diterimakan oleh pemilik hak tersebut. Tanpa membayar royalti, menggunakan lagu untuk endorse tanpa seizin pencipta, dikategorikan sebagai perilaku yang
melanggar Hak Ekonomi.
Kemudian
untuk Pengguna yang tidak mencantumkan nama pencipta lagu, Pasal 44
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta , ada keadaan dimana
Pencipta memperbolehkan pihak lainnya untuk mengambil karyawa ciptaan orang
lain, akan tetap dengan persyaratan yang telah ditentukan, yaitu apabila karya
dipergunakan sebagai kebutuhan bahan rujukan dimana mempunyai sifat yang
terbatas, melalui penyebutan sumber serta tidak dijadikan sebagai kepentingan
komersial. Contohnya, karya tersebut dipergunakan sebagai aktivitas
pembelajaran, penelitian, penulisan karya ilmiah, laporan tinjauan. Pencantuman
sumber ini adalah bentuk hak moral yang dimiliki Pencipta.
Sebuah
lagu dengan tambahan suara sebagai back
sound secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai suatu bentuk aransemen
lagu. Suara ditambahkan ke “lapisan” baru yang menjadi bagian integral dari
lagu . Jika melihat pada pengertian
aransemen yang telah dipaparkan, maka, diketahui bahwa pengaransemenan
lagu diidentifikasikan menjadi bentuk
perbuatan melanggar hak moral pencipta. Jika kita melihat dari sisi pencipta,
saat menciptakan sebuah lagu tentunya
Pencipta dengan kreativitasnya sudah melakukan pertimbangan serta mempunyai
alasan khusus terkait penciptaan lagu yang dibuat melalui penggunaan lirik,
musik, melodi, serta komposisi. Ketika lagunya kemudian diaransemen ulang oleh
orang lain, tentu kompisisi-komposisi yang ada di lagu tersebut sudah tidak
serupa, dan ini dikatakan sudah memberi pelanggaran hak moral Pencipta yaitu
hak atas keutuhan karyanya. Pengaransemenan akan lagu yang diciptakan dimana
disebut sebagai pelanggaran akan hak ekonomi pencipita ataupun Pemegang Hak Cipta.
Hal ini dikarenakan
sudah
berdasarkan pada ketentuan
huruf d
Pasal 9 ayat
(1) UU Hak Cipta,
aktivitas aransemen didefinisikan sebagai bagian dari
hak perekonomian pencipta dimana hak atas keuntungan dapat dimiliki melalui
aktivitas pengaransemenan ciptaanya. Ketika pencipta
memutuskan untuk tidak mengeksploitasi ciptaannya, pencipta bisa mengalihkan
hak ekonominya kepada pemegang hak cipta, adapun salah satu cara untuk
mengalihkan hak ekonomi atau hak eksploitasi dari pencipta kepada pemegang hak
cipta yaitu dengan memberikan izin atau lisensi.
Undang-Undang Hak Cipta memiliki konsep guna melindungi suatu ciptaan
yang sudah ada dan sudah diumumkan kepada publik. Untuk ciptaan yang tidak atau
belum diumumkan, ketika ciptaan itu sudah tercipta dalam satu kesatuan bentuk
nyata dan dapat diperbanyak,Undang-undang Hak Cipta juga memberikan perlindungan.
Ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta ini dengan jelas berbicara
tentang Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang
No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Ciptaan yang merupakan hasil
pengalihwujudan dari suatu ciptaan yang sudah ada sebelumnya menjadi ciptaan
baru. Jadi, meskipum belum dilakukan pengumuman, ciptaan tetap dilindungi.
”Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk perlindungan terhadap
ciptaan yang tidak atau belum dilakukan pengumuman tetapi sudah diwujudkan
dalam bentuk nyata memungkinkan penggandaan Ciptaan tersebut”
Undang-Undang
Hak Cipta dalam pasal 99 ayat 1 menyebutkan bahwa Pencipta dapat mengajukan
ganti rugi atas pelanggaran Hak Cipta. Ketentuannya disebutkan dalam ayat 2
Pasal 99 Undang-Undang Hak Cipta, yaitu ganti rugi dapat berupa permintaan
untuk menyerahkan seluruh ataupun sebagian penghasilan yang diperoleh dari
karya yang merupakan hasil pelanggaran pemegang hak cipta. Secara pidana,
penuntutan perkara dapat dilakukan. Langkah pertama adalah pengaduan, lalu
seseorang yang diduga melakukan pelanggaran dapat ditangkap kemudian dilakukan
penyidikan untuk melakukan pemeriksaan.
Sanksi
Hukum bagi para pihak yang melanggar Hak Moral yang secara melekat yakni
dilihat pada pasal 99 ayat (1) UUHC bahwa pencipta karya mempunyai hak untuk
pengajuan akan penggugatan ganti rugi pada pengadilan niaga terkait pelanggaran
hak cipta, dimana pencipta lagu dapat melakukan gugatan perdata untuk meminta
ganti rugi atas pelanggaran hak cipta tersebut, diatur juga pada pasal 100 UUHC
mengenai mengenai tata cara gugatan atas pelanggaran hak cipta diajukan kepada
ketua pengadilan niaga dan mengenai amar putusan guna membayar ganti tugi
paling lambar 6 bulan ketika putusan berlandaskan hukum ditetapkan berdasarkan
Pasal 96 ayat (3) UUHC.
Sanksi
Hukum dalam ranah pidana terjadinya pelanggaran Hak Cipta terdapat pada Pasal
113 ayat (3) UUHC, mejelaskan bahwa apabila seseorang tidak memiliki hak atau
izin dan melakukan pelanggaran hak cipta baik berupa penerbitan ulang,
penggandaan ciptaan dan menggunakan nama pihak lain dan digunakkan secara
menguntungkan maka dapat ditindakpidanakan dipenjara maksimal 3 tahun
atauterkena denda sebesar lima ratus juta rupiah. Perlu disadari bahwa bentuk
pelanggaran Hak cipta termasuk delik aduan sebagaimana dinyatakan pada pasal
120 UUHC, maka harus dilaporkan oleh Pencipta Karya yang merasa dirugikan untuk
dapat diproses apabila memang benar ada pengaduan pihak yang dirugikan.
Tindakan
represif bertujuan sebagai perlindungan hukum yakni menyelesaikan konflik. Tindakan
represif dimana mampu dilaksanakan
dengan mempergunakan jalur hukum yakni dengan menempuh jalur hukum perdata
ataupun pidana. Pasal dimana telah mengatur tentang
penggantian kerugian terdapa pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana
menyebutkan bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum dan merugikan pihak
lain, maka individu yang melanggar
diharuskan untuk melakukan penggantian kerugian. Selain
melalui sisi hukum, upaya perlindungan pencipta lagu dapat dilaksanakan melalui
suatu kesadaran dari setiap individu, terutama pembuat konten dan pengguna
TikTok untuk dapat menghargai satu sama lain, khususnya citptaan orang lain. Hal
ini dikarenakan dalam membentuk suatu karya,
khususnya lagu tidaklah gampang
dan memerlukan wawasan, kemampuan serta kreativitas yang
tinggi.
Selain
upaya represif, ada upaya lain yaitu upaya secara Preventif, yang dilakukan
untuk mencegah pelanggaran hak cipta.
Upaya preventif yang dapat
dilakukan oleh Pencipta Lagu yaitu dengan mendaftarkan Hak Cipta. Meskipun
Indonesia tidak mengatur ketentuan dimana mengharuskan ciptaannya untuk
terdaftarkan pada hak cipta yang tidak seperti merek dagang, pendaftaran ini tentunya dapat dijalankan dengan sukarela.
Proses pendaftaran tersebut hanya dapat diajukan oleh pencipta dengan
permohonan tertulis menggunakan bahasa
Indonesia dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta pasal 66-73.
KESIMPULAN DAN SARAN
Identifikasi
pelanggaran Hak Cipta oleh Pengguna aplikasi TikTok yaitu melanggar hak moral
dan hak ekonomi. Hak moral yang dilanggar adalah apabila pengguna aplikasi
TikTok tidak mencantumkan nama Pencipta sehubungan dengan pemakaiannya untuk
umum, yang diatur pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta. Hak ekonomi yang dilanggar Pengguna aplikasi TikTok
apabila terjadi pengaransemenan lagu tanpa izin Pencipta/Pemegang Hak Cipta
sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta dan juga apabila lagu tersebut di komersialkan oleh Pengguna aplikasi
TikTok tetapi pengguna tersebut tidak meminta izin ataupun membayar royalti
kepada pencipta/pemegang hak cipta sesuai yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2)
dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pemegang
hak cipta berhak melakukan upaya hukum jalur litigasi/pengadilan dan non
litigasi/ penyelesaian di luar pengadilan apabila karya ciptaannya digunakan
tanpa izin untuk dikomersialiasikan, atau lagunya diaransemen.
Adapun
usaha yang bisa dilakukan untuk melakukan upaya preventif adalah dengan
mendaftarkan suatu ciptaan dan pemahaman terhadap UUHC,dan Perlindungan Hukum Represif yang merupakan
perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan
yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu
pelanggaran.
Pemerintah
harus lebih tegas dalam menangani masalah pelanggaran hak cipta serta lebih
serius, sehingga hak cipta yang terdapat dalam konten - konten yang diciptakan
oleh masyarakat indonesia dapat terlindungi.
DAFTAR REFERENSI
https://ejurnal.politeknikpratama.ac.id/index.php/jhpis/article/view/641
Undang-Undang
Undang-Undang
Dasar 1945
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang
Hak Cipta.
Makalah/Jurnal
Almaida,
Zania. “Perlindungan Hukum
Preventif dan Represif bagi Pengguna Uang Elektronik dalam Melakukan Transaksi
Non Tunai”. Jurnal
Repertorium, Volume 6(2),10
Ayunda, R., & Maneshakerti, B. (2021).
Perlindungan Hukum Atas Motif Tradisional Batik Batam Sebagai Kekayaan
Intelektual. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(3), 822-833.
Dimyati, H. H. (2014).
Perlindungan hukum bagi investor dalam pasar modal. Jurnal Cita Hukum, 2(2).
Disemadi, H. S., & Romadona, H. G.
(2021). Kajian Hukum Hak Pencipta Terhadap Desain Grafis Gratis Yang
Dipergunakan Kedalam Produk Penjualan Di Indonesia. Jurnal Meta-Yuridis, 4(2).
Ervina Aggraeni,Mengenal Sosok dibalik Popularitas Tik Tok, diakses tanggal 30
Desember 2021
F. Awal, “Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Bekas oleh Showroom di
Palangka Raya”,Skripsi, Fakultas Hukum, IAIN Palangkaraya, 2016.
Hariyani,
I. (2016). Penjaminan Hak Cipta Melalui Skema Gadai Dan Fidusia. Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum.
Hasbir Paserangi, Perlindungan Hukum Hak
Cipta Software Program Komputer di Indonesia,Jurnal Hukum Ius Quia Iustum,
Fakultas Hukum UII, Vol. 18 Oktober 2011.
Ismail, M.
R. (2018). Upaya Hukum Kasasi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Atas Gugatan
Pelanggaran Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta. LEX PRIVATUM, 6(3).
Lendeng, S.
A. (2021). TINJAUAN HUKUM HAK CIPTA DALAM BIDANG KARYA SINEMATOGRAFI MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA. LEX PRIVATUM, 9(2)
Muchtar Anshary Hamid Labetubun, “Aspek
Hukum Hak Cipta Terhadap Buku Elektronik (E-book) Sebagai Karya Kekayaan
Intelektual”Jurnal Sasi Volume 24 Nomor 2, Juli- Desember 2018
Muchtar, H.
(2015). Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan Daerah dengan Hak
Asasi Manusia. Humanus, 14(1)
Maharani,
D. K. L., & Parwata, I. G. N. (2019). Perlindungan Hak Cipta Terhadap Penggunaan Lagu Sebagai Suara Latar Video di Situs Youtube. Kertha
Semaya: Journal Ilmu Hukum, 7(10), 1-14.
Muaja, E.
P. (2018). Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Sengketa HAKI di
Bidang Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Lex Crimen, 7(6).
Nasution, N. Analisis Hukum Pelanggaran Hak
Cipta Pengguna APLIKASI TIKTOK DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN
2014 TENTANG HAK CIPTA. Jurnal Abdi Ilmu, Volume 14 (1).
2021
Rani,
Amalia dan Anak Agung Ngurah Wirasila. "Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Akibat Persaingan Curang." Kertha Semaya: Journal Ilmu
Hukum 4.1 (2015).
Reni Budi Setianingrum,”Mekanisme
Penentuan Nilai Ekonomis dan Pengikatan Hak Cipta sebagai Objek Jaminan
Fidusia”, dalam Jurnal Media Hukum, No 2, Vol 3, Desember 2016
Rosaliza, Mita. “Wawancara, Sebuah
Interaksi Komunikasi dalam Penelitian Kualitatif”, Jurnal Ilmu Budaya, Volume
11, No.2 , (2015)
Rahmanda,
B., & Benuf, K. (2021). Perlindungan Hukum Hak Cipta Musik yang Diupload di
Aplikasi Tiktok. Law, Development and Justice Review, 4(1),
29-44.
Simatupang,
Khwarizmi Maulana “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta dalam Ranah Digital
(Juridical Review of Copyright Protection in Digital Sector)”. Jurnal Ilmiah
Kebijakan Hukum. Volume 15 No.1 : 67-80 (2021)
Subiharta.”Moralitas Hukum dalam Hukum
Praksis Sebagai Suatu Keutamaan” Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 3, No.3
(2014)
Soemarsono,
L. R., & Dirkareshza, R. “Urgensi Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap
Pembuat Konten Dalam Penggunaan Lagu di Media Sosial” JURNAL USM LAW REVIEW, Vol 4 no.2.
(2021)
Teresia, R.
(2015). Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap Pemilik Lagu atas Perbuatan
Pengunduhan Lagu melalui Situs Tanpa Bayar di Internet (Tesis). Indonesia,
Riau: Universitas Riau.
Tampubolon,
W. S. (2016). Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Ditinjau Dari Undang
Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah Advokasi, 4(1)
Tanor, L.
M. “Proses Penuntutan Bagi Para Pelaku Tindak Pidana Hak Cipta Sesuai Dengan
Hukum Acara Pidana”. Jurnal Lex Crimen, volume 5(1).2016
Utomo, T.
S. (2010). Hak kekayaan intelektual (HAKI) di Era Global: Sebuah Kajian
Kontemporer, Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.
Yati Nurhayati, “Pergeseran Delik
Pelanggaran Hak Cipta Dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014”
Skripsi/Tesis/Disertasi
A. Muh. Fharuq Fahrezha, Skripsi :
“TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA PADA PENGGUNA APLIKASI SOSIAL
MEDIA BIGO LIVE”(Makassar:Universitas Hasanuddin)
Alfrendo W, Skripsi : “Hak Moral Pencipta
Atas Perubahan Hasil Karya Ciptaan Pada Game Playstation (PS3) di Kecamatan
Tampan”(Riau:UIN Sultan Syarif Kasim)
Oktaheriyani,
Desi, Disertasi : “ANALISIS PERILAKU
KOMUNIKASI PENGGUNA MEDIA SOSIAL TIKTOK (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UNISKA MAB Banjarmasin)” (Banjarmasin : UNISKA MAB,
2020) hal.7
Situs Web
Babla,“Kamus Online Bahasa
Inggris-Indonesia” (https://www.babla.co.id/bahasa-indonesia-bahasa-inggris/perlindungan)
Kum