Senin, 09 Januari 2023

Analisis Terhadap Modus-Modus Dalam Hukum Cyber Crime

 

LATAR BELAKANG

Perkembangan masyarakat era kini merupakan industrialisasi, serta ditopang perkembangan teknologi telekomunikasi, maka hubungan antar negara sudah bersifat mendunia yang kemudian menciptakan dunia tatanan baru. Internet merupakan salah satu aspek yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Internet sudah menjadi salah satu kewajiban dalam hidup saat ini. Fakta tersebut juga mempengaruhi terhadap perkembangan kejahatan.  Kasus kejahatan siber di Indonesia sudah banyak terjadi, mulai dari penipuan identitas hingga teror tagihan utang yang bahkan tidak pernah dilakukan. Berbagai kejahatan siber ini pun banyak dilakukan melalui media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, dan masih banyak lagi. Maka untuk menghadapi hal tersebut, Direktur Cybersecurity BDO in Indonesia dan Co-Founder Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) M Novel Ariyadi menjelaskan faktor-faktor utama penyebab terjadinya kejahatan siber yang membedakan dengan kejahatan umumnya. Hal tersebut disampaikannya dalam kegiatan media clinicyang bertema Peran Identitas Digital yang Aman dalam Meningkatkan Kepercayaan pada Fintech, dan dilaksanakan pada Kamis (4/11/2021). Sementara tiga faktor yang menyebabkan kejahatan siber diantaranya adalah:

1. Identitas pengguna

Fitur yang memudahkan manipulasi kelengkapan di media sosial seringkali dimanfaatkan pengguna dengan niat yang tidak baik. Selain itu, data-data pengguna lain juga mudah dicuri. Hal ini kemudian memudahkan pelaku kejahatan siber untuk memanipulasi korban.

2. Penggandaan aset informasi

Aset informasi yang ada di media sosial juga dapat dengan mudah digandakan oleh pengguna. Hal ini dikarenakan tidak adanya fitur untuk menghapus atau disebut pula ‘delete button’ di internet.

3. Lokasi

Faktor lainnya yang dapat memicu ancaman serangan kejahatan siber adalah ketika lokasi pengguna dapat dideteksi di media sosial. Sama halnya dengan kemudahan untuk dipalsukan  ataupun disembunyikan. Tidak hanya itu, pemerintah sendiri adalah penjamin dan sumber identitas antara orang ke orang lainnya pada ranah offline.

“Hal ini berbeda sekali dengan identitas fisik yang harus melewati banyak sekali proses jika ada yang mau memalsukan identitas, tapi di dunia digital orang bisa hanya dengan beberapa klik dapat merubah identitas,” tutur Novel.

Berbeda dengan ranah online, pemerintah harus melakukan kerja sama dengan identity provider untuk dapat menjamin verifikasi identitas dan tanda tangan elektronik. Setidaknya, dalam ranah perlindungan identitas digital dari kejahatan siber, harus ada kerja sama antara pemberi kebijakan, pengelola sistem elektronik, serta pengguna internet pula.

“Tiga aspek perlindungan data pribadi, mulai dari pemerintah, pengguna, hingga pengelola sistem elektronik yang ikut serta bertanggung jawab untuk melindungi identitas digital, yaitu penyelenggara sertifikasi elektronik (PSRE),” pungkas Nove.

 

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur (library research). Jenis penelitian ini adalah normatif, sehingga sumber data yang digunakan adalah data primer dari peraturan perundang-undangan, data sekunder dari tinjauan Pustaka dan data tersier dari kamus, media dan ensiklopedia.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Modus-Modus Cyber Crime

Menurut Widodo, cyber crime adalah kegiatan seseorang, sekelompok orang, badan hukum yang memakai computer bagaikan fasilitas melakukan kejahatan, dan sebagai sasaran target. Cyber crime merupakan salah satu tindak pidana. Penentuan sebagai tindak pidana merupakan bagian kebijakan kriminal, yang menurut Sudarto sebagai usaha yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Berikut penjelasan atas 5 modus cybercrime  yang paling banyak terjadi:

Phising

Pelaku biasanya akan mengaku dari lembaga resmi melalui sambungan telepon, email atau pesan teks. Mereka memanipulasi korban supaya mau memberikan data pribadi yang akan digunakan untuk mengakses akun penting milik korban. Phishing bisa mengakibatkan berbagai kerugian, antara lain pencurian identitas pribadi.

Kejahatan Carding

Carding adalah jenis kejahatan dunia maya yang dilakukan dengan bertransaksi menggunakan kartu kredit milik orang lain. Jadi, setelah mengetahui nomor kartu kredit korban, pelaku kemudian berbelanja online dengan kartu kredit curian ituNomor kartu kredit tersebut dicuri dari situs atau website yang tidak aman. Bisa juga diperoleh dengan cara membeli dari jaringan spammer atau pencuri data. Selanjutnya data kartu kredit itu disalahgunakan oleh carder, sebutan pelaku kejahatan carding.

Ransomware adalah malware atau software jahat yang bukan hanya bisa menginfeksi komputer, tapi juga menyandera data pengguna. Tindak kejahatan ini dapat menimbulkan kerugian besar bagi korbannya.

Pelaku akan meminta uang tebusan ke korban jika ingin ransomware dihapus atau dimusnahkan. Apabila korban tidak mengabulkan permintaan tersebut, pelaku tak segan-segan mengancam akan membuat data menjadi korup alias tidak bisa digunakan lagi.

Penipuan online

Penipuan online atau penipuan digital yang saat ini makin banyak modusnya. Di antaranya adalah modus penipuan berkedok foto selfie dengan KTP atau identitas diri.

Foto selfie bersama KTP biasanya menjadi salah satu syarat registrasi online akun keuangan, seperti dompet digital, paylater, pinjaman online, sampai daftar rekening bank online.

Bisa saja kamu terjebak aplikasi pinjaman online palsu yang dibuat sedemikian rupa. Kemudian oleh pelaku, data kamu dipakai untuk pencucian uang, dijual di pasar gelap, atau digunakan sesuka hati untuk pinjaman online ilegal.

Cara Mengatasi Modus-Modus Dalam Cyber Crime

Anda harus mengetahui dan mempraktikkan cara mengatasi cyber crime berikut ini bila pernah menjadi korban sehingga kejadian buruk tersebut tidak terulang lagi.

Mengambil Kembali Data-Data yang Sempat Diretas

Peretasan data dan kerugian lainnya yang disebabkan cyber crime pasti membuat Anda panik. Namun, Anda tetap harus berpikir jernih agar tidak mengalami kerugian secara masif. Sebaiknya Anda lekas berupaya mengambil kembali data-data yang sempat diretas. Hubungi tim support IT untuk membantu mengembalikan data-data yang diretas pelaku cyber crime. Bila data-data Anda berhasil diselamatkan, barulah Anda bisa melakukan beberapa cara mengatasi cyber crime lainnya sebagai tindak lanjut.

Menggunakan Gadget untuk Kepentingan Pribadi

Penggunaan dari gadget memiliki dampak positif maupun negatif dalam kehidupan manusia. Penggunaan gadget yang dilakukan untuk kepentingan bersama memang rentan membuat Anda menjadi korban cyber crime. Karena bukan mustahil bila akun Anda akan disalahgunakan oleh oknum tak bertanggung jawab. Alangkah lebih baik bila Anda menggunakan gadget untuk kebutuhan pribadi. Lindungi gadget dengan username dan password supaya data-data penting Anda tidak bisa diakses sembarang orang.

Memprioritaskan Penggunaan Software Asli

Anda tak perlu ragu menyiapkan bujet demi mendapatkan software asli. Karena biasanya software bajakan sudah terkontaminasi malware atau jenis virus lainnya. Meskipun harga software asli lebih mahal, kualitasnya tentu sebanding dengan biaya yang mesti Anda keluarkan. Selain itu, Anda juga bisa mendapatkan update otomatis secara resmi jika menggunakan software asli.

Melakukan Update Software secara Rutin

Jangan mengabaikan manfaat update software secara rutin. Ternyata aktivitas ini merupakan salah satu cara mengatasi cyber crime yang ampuh. Software terbaru biasanya sudah dilengkapi proteksi keamanan yang lebih baik dari versi software sebelumnya. Sehingga penggunaan software versi terbaru akan melindungi data-data Anda dari incaran pelaku cyber crime. Risiko data hilang akibat virus pun semakin kecil kalau Anda rajin melakukan update software.

Mengaktifkan Data Encryption

Manfaat data encryption untuk melindungi data-data penting memang tak boleh dianggap remeh. Anda wajib mengaktifkan data encryption pada jaringan lokal seperti LAN atau nirkabel di rumah dan kantor. Aktivasi data encryption akan mencegah akses yang berstatus tidak sah serta meminimalkan risiko penyadapan teks.

Menggunakan Hosting yang Aman

Anda mesti cermat memilih layanan hosting yang aman ketika memilih website. Biasanya layanan hosting berkualitas dilengkapi sistem proteksi khusus untuk melindungi data dari serangan malware. Perlindungan ini akan membuat data-data website Anda tidak mudah diretas dan disalahgunakan pelaku cyber crime.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada perkembangannya internet ternyata membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan-tindakan anti social yang selama ini di anggap tidak mungkin terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori menyatakan sebuah teori menyatakan, crime is product of society its self, yang secara sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang menghasilkan kejahatan. Fenomena cyber crime memang harus di waspadai karena keajahatan ini agak berbeda dengan kejahatanlain pada umumnya. Cyber crime dapat dilakukan tanpa mengenal batas territorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejah.

 

DAFTAR REFERENSI

https://ejurnal.politeknikpratama.ac.id/index.php/jhpis/article/view/725  

Alcianno G. Gani, 2018, “Cyber Crime (Kejahatan Berbasis Komputer), Jurnal Sistem Informasi (JIS), Vol. 5 No. 1.

Erga Yuhandra et.al, 2021, “Penyuluhan Hukum Tentang Dampak Positif Dan Negatif Penggunaan Gadget Dan Media Sosial”, Empowerment : Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol. 4, No. 1.

Miftakhur Rokhman Habibi-Isnatul Liviani, 2020, “Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime) Dan Penanggulangannya Dalam Sistem Hukum Indonesia”, Al-Qaunun: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, Vol. 23, No. 2 Desember.

P. Andi, 2012,  Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media.

Sudarto, 1981, Hukum Dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni.

Supanti, 2016, “Perkembangan Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime) Dan Antisipasi Dengan Penal Policy”, Jurnal Yustisia Vo. 5, No. 1 Januari-April.

Perlindungan Hukum Pencipta Lagu yang Karyanya Dipakai di Aplikasi TikTok

 

LATAR BELAKANG

Tiktok, atau yang dikenal dengan Douyin adalah aplikasi sosial video pendek yang berasal dari Tiongkok. TikTok didirikan pada bulan September 2016 oleh pendirinya Zhang Yiming, yang kemudian menjadi fenomena yang populer di seluruh dunia karena kemudahannya dalam membuat video sendiri. Pengguna dapat membuat maupun membagikan video buatan mereka dengan durasi 15 detik hingga tiga menit yang dapat ditambahkan suara latar ataupun lagu yang terdapat di dalam aplikasi. Selain lagu yang berlisensi yang disediakan oleh TikTok, pengguna dapat mengunggah sound atau lagu karya mereka.

Namun, hal ini dapat dijadikan sarana yang sangat efektif dalam kegiatan yang dikategorikan sebagai perbuataan melawan hukum. Pengguna yang melanggar ketentuan TikTok adalah pengguna yang tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta lagu untuk digunakan di TikToknya dan lagu yang digunakan kerap kali dimodifikasi seperti di potong, ditambahkan efek tanpa seijin pencipta lagu, bahkan dikomersilkan. Penggunaan lagu tanpa ijin ini adalah pelanggaran akan hak cipta milik pencipta dari lagu tersebut. Pada hak cipta lagu, terdapat hak ekonomi dan hak moral yang diberikan kepada pencipta. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Istilah hak ekonomi  muncul karena hak kekayaan intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang.

Hak ekonomi itu perlu diperhitungkan karena hak kekayaan intelektual dapat dimanfaatkan oleh pencipta lagu untuk meraih keuntungan. Sedangkan hak moral ada karena didasari pada prinsip bahwa setiap individu memiliki kewajiban dalam menghargai karya ciptaan orang lain, dan tidak bisa dengan seenaknya mengambil ataupun merubah karya ciptaan seseorang dengan meletakan namanya. Aplikasi Tiktok sendiri telah mengeluarkan Term of Services atau yang biasa dikenal dengan istilah persyaratan penggunaan dimana memiliki keterkaitan langsung terhadap konten pengunggahan aplikasi  di bagian User Generated Content dengan bunyi: When you contribute User Material through the Services, you agree and represent that you own that User Content, or that you have permission from or are allowed by the owner of any part of the content to submit it to the Services. 

KAJIAN TEORITIS

A.     Tinjauan Umum mengenai Perlindungan Hukum

1.      Pengertian Perlindungan Hukum terhadap Pencipta Lagu

Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahasa Inggris disebut dengan protection yang jika dibahasakan dalam bahasa Indonesia adalah proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi. Sedangkan arti dari hukum menurut E. Utrecht adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karenanya pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah/ masyarakat itu.

Pencipta Lagu adalah Pencipta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesian (KBBI) adalah yang menciptakan atau mengadakan, menjadikan, membuat. Sedangkan lagu adalah ragam suara yang berirama dalam bercakap, bernyanyi membaca. Jadi, pencipta lagu adalah orang yang menciptakan ragam suara dalam bernyanyi. Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Perlindungan terhadap Pencipta Lagu adalah perlindungan terhadap subyek hukum dalam hal ini orang yang yang menciptakan ragam suara dalam nyanyian melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.      Teori Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald, teori perlindungan hukum menyatakan bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Menurut David Bainbridge, justifikasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dapat digambarkan dengan ungkapan sederhana. Intinya ,setiap orang harus diakui dan berhak memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak itu diambil darinya, ia tak lebih dari seorang budak. Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta dimaksudkan untuk mendorong individu-individu di dalam masyarakat yang memiliki kemampuan intelektual dan kreativitas agar lebih bersemangat menciptakan sebanyak mungkin karya cipta yang berguna bagi kemajuan bangsa. Secara umum pelanggaran Hak Cipta dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian pokok, yakni pelanggaran Hak Cipta dari aspek keperdataan dan pelanggaran Hak Cipta dari aspek pidana. Pelanggaran Hak Cipta dari aspek pidana mengandung arti adanya suatu pelanggaran hukum yang dapat berdampak pada kepentingan negara, sementara pelanggaran Hak Cipta dari aspek keperdataan mengandung arti adanya suatu pelanggaran hukum Pasal 12 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. yang mengakibatkan kerugian kepada pemegang Hak Cipta.

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua menurut Hadjon, yaitu perlindungan Hukum Preventif yaitu perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. dan perlindungan hukum represif yang merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

B.     Tinjauan Umum mengenai Hak Kekayaan Intelektual

1.      Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

HKI atau Hak Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai hak untuk memperoleh perlindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang HKI.

1.      Pengertian Hak Cipta

H. OK. Saidin dalam bukunya memberikan perbandingan terhadap pengertian hak cipta. Yang pertama, berdasarkan Pasal 1 dalam Auteurswet 1912 diatur, “hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas hasil ciptaanya dalam lapangan kesusasteraan, pengetauan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang. Pengertian lain berasal dari Pasal 1 Ayat 1 UU Nomor 28 tahun 2014 menyatakan bahwa hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lagu sebagai salah satu karya seni, tergolong dalam HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang perlu dilindungi. Hal ini diatur dalam pasal 40 huruf D  Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, yaitu perlindungan hak cipta terhadap atas penciptaan lagu atau musik, dengan atau tanpa teks.

2.      Hak-Hak dalam Hak Cipta

Hutauruk dalam Lendeng berpendapat bahwa ada dua unsur penting yang harus terkandung atau termuat dalam rumusan atau terminologi hak cipta yaitu:

a.       Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apa pun tidak dapat ditinggalkan daripadanya

b.      Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak yang lain (hak ekonomi).

Sifat pribadi yang terkandung di dalam hak cipta melahirkan konsepsi hak moral bagi si pencipta atau ahli warisnya. Hak moral tersebut dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mencegah terjadinya penyimpangan atas karya ciptanya dan untuk mendapatkan penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut. Hak moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang terus berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun si penciptanya telah kehilangan atau telah memindahkan hak ciptanya kepada orang lain, sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama pencipta, maka pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

Seorang Pencipta Lagu, adalah pencipta. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Pencipta memiliki dua hak eksklusif sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UUHC yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral diatur dalam Pasal 5 UUHC sebagai berikut:

a.       Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:

1.      Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;

2.      Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

3.      Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;

4.      Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

5.      Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

b.      Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.

c.       Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

Sementara itu, perihal hak ekonomi diatur dalam Pasal 8 UUHC sebagai berikut: Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. Kemudian, Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud di atas memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

a.       Penerbitan Ciptaan;

b.      Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;

c.       Penerjemahan Ciptaan;

d.      Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;

e.       Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

f.       Pertunjukan Ciptaan;

g.      Pengumuman Ciptaan;

h.      Komunikasi Ciptaan; dan

i.        Penyewaan Ciptaan

3.       Pelanggaran Hak Cipta

Pelanggaran hak cipta dikategorikan menjadi 3 (tiga) hal yaitu :

1.      Pelanggaran Langsung , yaitu   perbuatan   atau   tindakan   meniru   karya   asli   baik seluruhnya atau sebagian kecil karya asli yang ditiru.

2.      Pelanggaran Tidak Langsung, yaitu pelanggar yang tahu bahwa sesuatu terkait adalah  hasil  pengandaan  yang  merupakan  pelanggaran. 

3.      Pelanggaran atas Dasar Kewenangan, membebankan  tanggung  gugat  pada  pihak-pihak  yang  dianggap mempunyai kewenangan atas pelanggaran Hak Cipta itu terjadi.

Sanksi Pelanggaran Hak Cipta dapat dilihat di Pasal 113 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

METODE PENELITIAN

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yakni mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, dokumen dan catatan lapangan. Adapun Obyek di penelitian ini adalah semua infromasi yang berkaitan dengan Perlindungan Pencipta Lagu yang karyanya dipakai di Aplikasi Tiktok. Sumber Data primer diperoleh dari wawancara pihak-pihak yang bersangkutan. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Bahan hukum primer yang digunakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Bahan Hukum Sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, tesis, disertasi, jurnal, dokumen-dokumen yang memuat mengenai perlindungan hukum terhadap pencipta lagu. Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Studi Kepustakaan dan wawancara. Penyajian data dilakukan dengan meneliti kembali data atau editing data. Metode Analisis Data yaitu secara kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.     Perlindungan Hukum Pencipta Lagu yang Karyanya dipakai di Aplikasi TikTok

Ketentuan layanan TikTok menjelaskan bahwa semua konten dan seluruh hak atas kekayaan intelektual dimiliki dan diberi lisensi oleh TikTok. Konten itu tidak boleh dijual atau dieksploitasikan dengan tujuan apapun kalau tidak memperoleh persetujuan dari pihak TikTok ataupun pemegang lisensi. Maka, konten yang termasuk dibeli oleh TikTok ini disebut Konten TikTok. Selain Konten TikTok, terdapat juga Konten Pengguna, yakni seluruh pengguna dengan layanan dimana memperoleh ijin untuk menyediakan kontennya sendiri  melalui layanan. Pengguna diijinkan untuk mengambil secara keseluruhan ataupun setengahnya dari bagian pengguna lain, karena ketika mengirimkan konten, pengguna akan dianggap telah setuju terhadap seluruh ijin yang dibutuhkan ataupun diberikan kewewenang dari pemilik setiap bagian konten.

1.      Bentuk Pelanggaran di Aplikasi TikTok

1)      Menggunakan lagu tanpa izin untuk keperluan iklan/komersil

2)      Tidak mencantumkan nama pencipta dalam video, meliputi;

3)      Pengaransemenan lagu tanpa izin

2.      Analisis Pelanggaran Hak Cipta TikTok

Hak Cipta secara fundamental diatur dalam Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, yakni :

“Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.

Berdasarkan ketentuan ini Hak Cipta atau suatu hasil Ciptaan tidak dapat disebarluaskan tanpa sepengetahuan pemilik haknya. Pelanggaran hak cipta lagu akan mengalami penututan berdasrakan hukum pidata ataupun perdata, jika seorang ataupun suatu pihak mempergunakan karya cipta musik atau lagu dengan tidak memperoleh perijinan dari pemegang hak cipta, apalagi digunakan secara komersial.

Berdasarkan UU Hak Cipta, pihak-pihak yang sudah menggunakan ciptaan berupa lagu milik orang lain yang mana telah berhak cipta untuk tujuan mencari keuntungan, maka berkewajiban untuk melakukan perizinan terlebih dulu kepada pencipta lagu dan juga membayarkan royalti terhadap lagu yang digunakannya. Royalti didefinisikan sebagai imbalan akan manfaat hak ekonomi terhadap ciptaan ataupun produk dimana sudah diterimakan oleh pemilik hak tersebut. Tanpa membayar royalti, menggunakan lagu untuk endorse tanpa seizin pencipta, dikategorikan sebagai perilaku yang melanggar Hak Ekonomi.

Kemudian untuk Pengguna yang tidak mencantumkan nama pencipta lagu, Pasal 44 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta , ada keadaan dimana Pencipta memperbolehkan pihak lainnya untuk mengambil karyawa ciptaan orang lain, akan tetap dengan persyaratan yang telah ditentukan, yaitu apabila karya dipergunakan sebagai kebutuhan bahan rujukan dimana mempunyai sifat yang terbatas, melalui penyebutan sumber serta tidak dijadikan sebagai kepentingan komersial. Contohnya, karya tersebut dipergunakan sebagai aktivitas pembelajaran, penelitian, penulisan karya ilmiah, laporan tinjauan. Pencantuman sumber ini adalah bentuk hak moral yang dimiliki Pencipta.

Sebuah lagu dengan tambahan suara sebagai back sound secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai suatu bentuk aransemen lagu. Suara ditambahkan ke “lapisan” baru yang menjadi bagian integral dari lagu . Jika melihat pada pengertian  aransemen yang telah dipaparkan, maka, diketahui bahwa pengaransemenan lagu  diidentifikasikan menjadi bentuk perbuatan melanggar hak moral pencipta. Jika kita melihat dari sisi pencipta, saat  menciptakan sebuah lagu tentunya Pencipta dengan kreativitasnya sudah melakukan pertimbangan serta mempunyai alasan khusus terkait penciptaan lagu yang dibuat melalui penggunaan lirik, musik, melodi, serta komposisi. Ketika lagunya kemudian diaransemen ulang oleh orang lain, tentu kompisisi-komposisi yang ada di lagu tersebut sudah tidak serupa, dan ini dikatakan sudah memberi pelanggaran hak moral Pencipta yaitu hak atas keutuhan karyanya. Pengaransemenan akan lagu yang diciptakan dimana disebut sebagai pelanggaran akan hak ekonomi pencipita ataupun Pemegang  Hak Cipta. Hal ini dikarenakan sudah berdasarkan pada ketentuan huruf  d  Pasal  9  ayat  (1)  UU  Hak Cipta,  aktivitas aransemen didefinisikan sebagai bagian dari hak perekonomian pencipta dimana hak atas keuntungan dapat dimiliki melalui aktivitas pengaransemenan ciptaanya. Ketika pencipta memutuskan untuk tidak mengeksploitasi ciptaannya, pencipta bisa mengalihkan hak ekonominya kepada pemegang hak cipta, adapun salah satu cara untuk mengalihkan hak ekonomi atau hak eksploitasi dari pencipta kepada pemegang hak cipta yaitu dengan memberikan izin atau lisensi.

3.      Perlindungan Hukum Pencipta Lagu

 Undang-Undang Hak Cipta memiliki konsep guna melindungi suatu ciptaan yang sudah ada dan sudah diumumkan kepada publik. Untuk ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, ketika ciptaan itu sudah tercipta dalam satu kesatuan bentuk nyata dan dapat diperbanyak,Undang-undang Hak Cipta juga memberikan perlindungan. Ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta ini dengan jelas berbicara tentang  Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Ciptaan yang merupakan hasil pengalihwujudan dari suatu ciptaan yang sudah ada sebelumnya menjadi ciptaan baru. Jadi, meskipum belum dilakukan pengumuman, ciptaan tetap dilindungi.

”Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk perlindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata memungkinkan penggandaan Ciptaan tersebut”

Undang-Undang Hak Cipta dalam pasal 99 ayat 1 menyebutkan bahwa Pencipta dapat mengajukan ganti rugi atas pelanggaran Hak Cipta. Ketentuannya disebutkan dalam ayat 2 Pasal 99 Undang-Undang Hak Cipta, yaitu ganti rugi dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh ataupun sebagian penghasilan yang diperoleh dari karya yang merupakan hasil pelanggaran pemegang hak cipta. Secara pidana, penuntutan perkara dapat dilakukan. Langkah pertama adalah pengaduan, lalu seseorang yang diduga melakukan pelanggaran dapat ditangkap kemudian dilakukan penyidikan untuk melakukan pemeriksaan.

4.      Sanksi

Sanksi Hukum bagi para pihak yang melanggar Hak Moral yang secara melekat yakni dilihat pada pasal 99 ayat (1) UUHC bahwa pencipta karya mempunyai hak untuk pengajuan akan penggugatan ganti rugi pada pengadilan niaga terkait pelanggaran hak cipta, dimana pencipta lagu dapat melakukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi atas pelanggaran hak cipta tersebut, diatur juga pada pasal 100 UUHC mengenai mengenai tata cara gugatan atas pelanggaran hak cipta diajukan kepada ketua pengadilan niaga dan mengenai amar putusan guna membayar ganti tugi paling lambar 6 bulan ketika putusan berlandaskan hukum ditetapkan berdasarkan Pasal 96 ayat (3) UUHC.

Sanksi Hukum dalam ranah pidana terjadinya pelanggaran Hak Cipta terdapat pada Pasal 113 ayat (3) UUHC, mejelaskan bahwa apabila seseorang tidak memiliki hak atau izin dan melakukan pelanggaran hak cipta baik berupa penerbitan ulang, penggandaan ciptaan dan menggunakan nama pihak lain dan digunakkan secara menguntungkan maka dapat ditindakpidanakan dipenjara maksimal 3 tahun atauterkena denda sebesar lima ratus juta rupiah. Perlu disadari bahwa bentuk pelanggaran Hak cipta termasuk delik aduan sebagaimana dinyatakan pada pasal 120 UUHC, maka harus dilaporkan oleh Pencipta Karya yang merasa dirugikan untuk dapat diproses apabila memang benar ada pengaduan pihak yang dirugikan.

B.     Upaya yang dilakukan untuk Melindungi Pencipta Lagu

Tindakan represif bertujuan sebagai perlindungan hukum yakni menyelesaikan konflik. Tindakan represif dimana mampu dilaksanakan dengan mempergunakan jalur hukum yakni dengan menempuh jalur hukum perdata ataupun pidana. Pasal dimana telah mengatur tentang penggantian kerugian terdapa pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana menyebutkan bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum dan merugikan pihak lain, maka individu yang melanggar diharuskan untuk melakukan penggantian kerugian. Selain melalui sisi hukum, upaya perlindungan pencipta lagu dapat dilaksanakan melalui suatu kesadaran dari setiap individu, terutama pembuat konten dan pengguna TikTok untuk dapat menghargai satu sama lain, khususnya citptaan orang lain. Hal ini dikarenakan dalam membentuk suatu karya, khususnya lagu tidaklah gampang dan memerlukan wawasan, kemampuan serta kreativitas yang tinggi.

Selain upaya represif, ada upaya lain yaitu upaya secara Preventif, yang dilakukan untuk mencegah pelanggaran hak cipta.  Upaya  preventif yang dapat dilakukan oleh Pencipta Lagu yaitu dengan mendaftarkan Hak Cipta. Meskipun Indonesia tidak mengatur ketentuan dimana mengharuskan ciptaannya untuk terdaftarkan pada hak cipta yang tidak seperti merek dagang, pendaftaran ini tentunya dapat dijalankan dengan sukarela. Proses pendaftaran tersebut hanya dapat diajukan oleh pencipta dengan permohonan tertulis menggunakan bahasa Indonesia dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pasal 66-73.

KESIMPULAN DAN SARAN

Identifikasi pelanggaran Hak Cipta oleh Pengguna aplikasi TikTok yaitu melanggar hak moral dan hak ekonomi. Hak moral yang dilanggar adalah apabila pengguna aplikasi TikTok tidak mencantumkan nama Pencipta sehubungan dengan pemakaiannya untuk umum, yang diatur pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak ekonomi yang dilanggar Pengguna aplikasi TikTok apabila terjadi pengaransemenan lagu tanpa izin Pencipta/Pemegang Hak Cipta sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan juga apabila lagu tersebut di komersialkan oleh Pengguna aplikasi TikTok tetapi pengguna tersebut tidak meminta izin ataupun membayar royalti kepada pencipta/pemegang hak cipta sesuai yang diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pemegang hak cipta berhak melakukan upaya hukum jalur litigasi/pengadilan dan non litigasi/ penyelesaian di luar pengadilan apabila karya ciptaannya digunakan tanpa izin untuk dikomersialiasikan, atau lagunya diaransemen.

Adapun usaha yang bisa dilakukan untuk melakukan upaya preventif adalah dengan mendaftarkan suatu ciptaan dan pemahaman terhadap UUHC,dan  Perlindungan Hukum Represif yang merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Saran

Pemerintah harus lebih tegas dalam menangani masalah pelanggaran hak cipta serta lebih serius, sehingga hak cipta yang terdapat dalam konten - konten yang diciptakan oleh masyarakat indonesia dapat terlindungi.

 

DAFTAR REFERENSI

https://ejurnal.politeknikpratama.ac.id/index.php/jhpis/article/view/641

Undang-Undang

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Makalah/Jurnal

Almaida, Zania. Perlindungan Hukum Preventif dan Represif bagi Pengguna Uang Elektronik dalam Melakukan Transaksi Non Tunai”. Jurnal Repertorium, Volume 6(2),10

Ayunda, R., & Maneshakerti, B. (2021). Perlindungan Hukum Atas Motif Tradisional Batik Batam Sebagai Kekayaan Intelektual. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(3), 822-833.

Dimyati, H. H. (2014). Perlindungan hukum bagi investor dalam pasar modal. Jurnal Cita Hukum2(2).

Disemadi, H. S., & Romadona, H. G. (2021). Kajian Hukum Hak Pencipta Terhadap Desain Grafis Gratis Yang Dipergunakan Kedalam Produk Penjualan Di Indonesia. Jurnal Meta-Yuridis, 4(2).

Ervina Aggraeni,Mengenal Sosok dibalik Popularitas Tik Tok, diakses tanggal 30 Desember 2021

F. Awal, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Bekas oleh Showroom di Palangka Raya”,Skripsi, Fakultas Hukum, IAIN Palangkaraya, 2016.

Hariyani, I. (2016). Penjaminan Hak Cipta Melalui Skema Gadai Dan Fidusia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum.

Hasbir Paserangi, Perlindungan Hukum Hak Cipta Software Program Komputer di Indonesia,Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Fakultas Hukum UII, Vol. 18 Oktober 2011.

Ismail, M. R. (2018). Upaya Hukum Kasasi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga Atas Gugatan Pelanggaran Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. LEX PRIVATUM6(3).

Lendeng, S. A. (2021). TINJAUAN HUKUM HAK CIPTA DALAM BIDANG KARYA SINEMATOGRAFI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA. LEX PRIVATUM9(2)

Muchtar Anshary Hamid Labetubun, “Aspek Hukum Hak Cipta Terhadap Buku Elektronik (E-book) Sebagai Karya Kekayaan Intelektual”Jurnal Sasi Volume 24 Nomor 2, Juli- Desember 2018

Muchtar, H. (2015). Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan Daerah dengan Hak Asasi Manusia. Humanus14(1)

Maharani, D. K. L., & Parwata, I. G. N. (2019). Perlindungan Hak Cipta Terhadap Penggunaan Lagu Sebagai Suara Latar Video di Situs Youtube. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum7(10), 1-14.

Muaja, E. P. (2018). Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Sengketa HAKI di Bidang Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Lex Crimen7(6).

Nasution, N. Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Pengguna APLIKASI TIKTOK DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA. Jurnal Abdi Ilmu, Volume 14 (1). 2021

Rani, Amalia dan Anak Agung Ngurah Wirasila. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Persaingan Curang." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4.1 (2015).

Reni Budi Setianingrum,”Mekanisme Penentuan Nilai Ekonomis dan Pengikatan Hak Cipta sebagai Objek Jaminan Fidusia”, dalam Jurnal Media Hukum, No 2, Vol 3, Desember 2016

Rosaliza, Mita. “Wawancara, Sebuah Interaksi Komunikasi dalam Penelitian Kualitatif”, Jurnal Ilmu Budaya, Volume 11, No.2 , (2015)

Rahmanda, B., & Benuf, K. (2021). Perlindungan Hukum Hak Cipta Musik yang Diupload di Aplikasi Tiktok. Law, Development and Justice Review4(1), 29-44.

Simatupang, Khwarizmi Maulana “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta dalam Ranah Digital (Juridical Review of Copyright Protection in Digital Sector)”. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. Volume 15 No.1 : 67-80 (2021)

Subiharta.”Moralitas Hukum dalam Hukum Praksis Sebagai Suatu Keutamaan” Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 3, No.3 (2014)

Soemarsono, L. R., & Dirkareshza, R. “Urgensi Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembuat Konten Dalam Penggunaan Lagu di Media Sosial” JURNAL USM LAW REVIEW, Vol 4 no.2. (2021)

Teresia, R. (2015). Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap Pemilik Lagu atas Perbuatan Pengunduhan Lagu melalui Situs Tanpa Bayar di Internet (Tesis). Indonesia, Riau: Universitas Riau.

Tampubolon, W. S. (2016). Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Ditinjau Dari Undang Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah Advokasi4(1)

Tanor, L. M. “Proses Penuntutan Bagi Para Pelaku Tindak Pidana Hak Cipta Sesuai Dengan Hukum Acara Pidana”. Jurnal Lex Crimenvolume 5(1).2016

Utomo, T. S. (2010). Hak kekayaan intelektual (HAKI) di Era Global: Sebuah Kajian Kontemporer, Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.

Yati Nurhayati, “Pergeseran Delik Pelanggaran Hak Cipta Dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014”

Skripsi/Tesis/Disertasi

A. Muh. Fharuq Fahrezha, Skripsi : “TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA PADA PENGGUNA APLIKASI SOSIAL MEDIA BIGO LIVE”(Makassar:Universitas Hasanuddin)

Alfrendo W, Skripsi : “Hak Moral Pencipta Atas Perubahan Hasil Karya Ciptaan Pada Game Playstation (PS3) di Kecamatan Tampan”(Riau:UIN Sultan Syarif Kasim)

Oktaheriyani, Desi, Disertasi :  ANALISIS PERILAKU KOMUNIKASI PENGGUNA MEDIA SOSIAL TIKTOK (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNISKA MAB Banjarmasin)” (Banjarmasin : UNISKA MAB, 2020) hal.7

Situs Web

Babla,“Kamus Online Bahasa Inggris-Indonesia” (https://www.babla.co.id/bahasa-indonesia-bahasa-inggris/perlindungan)

Kum